PENANGGULANGAN BENCANA ALAM
SAR
Sejarah SAR Nasional
Lahirnya organisasi SAR di Indonesia
yang saat ini bernama BASARNAS diawali dengan adanya penyebutan ?Black
Area? bagi suatu negara yang tidak memiliki organisasi SAR
Dengan berbekal kemerdekaan, maka tahun
1950 Indonesia masuk menjadi anggota organisasi penerbangan
internasional ICAO (International Civil Aviation Organization). Sejak
saat itu Indonesia diharapkan mampu menangani musibah penerbangan dan
pelayaran yang terjadi di Indonesia.
Sebagai konsekwensi logis atas masuknya
Indonesia menjadi anggota ICAO tersebut, maka pemerintah menetapkan
Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1955 tentang Penetapan Dewan
Penerbangan untuk membentuk panitia SAR. Panitia teknis mempunyai
tugas pokok untuk membentuk Badan Gabungan SAR, menentukan pusat-pusat
regional serta anggaran pembiayaan dan materil.
Sebagai negara yang merdeka, tahun 1959
Indonesia menjadi anggota International Maritime Organization (IMO).
Dengan masuknya Indonesia sebagai anggota ICAO dan IMO tersebut, tugas
dan tanggung jawab SAR semakin mendapat perhatian. Sebagai negara
yang besar dan dengan semangat gotong royong yang tinggi, bangsa
Indonesia ingin mewujudkan harapan dunia international yaitu mampu
menangani musibah penerbangan dan pelayaran.
Dari pengalaman-pengalaman tersebut
diatas, maka timbul pemikiran bahwa perlu diadakan suatu organisasi
SAR Nasional yang mengkoordinir segala kegiatan-kegiatan SAR dibawah
satu komando. Untuk mengantisipasi tugas-tugas SAR tersebut, maka pada
tahun 1968 ditetapkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor T.20/I/2-4
mengenai ditetapkannya Tim SAR Lokal Jakarta yang pembentukannya
diserahkan kepada Direktorat Perhubungan Udara. Tim inilah yang
akhirnya menjadi embrio dari organisasi SAR Nasional di Indonesia yang
dibentuk kemudian.
Pada tahun 1968 juga, terdapat proyek
South East Asia Coordinating Committee on Transport and
Communications, yang mana Indonesia merupakan proyek payung (Umbrella
Project) untuk negara-negara Asia Tenggara. Proyek tersebut ditangani
oleh US Coast Guard (Badan SAR Amerika), guna mendapatkan data yang
diperlukan untuk rencana pengembangan dan penyempurnaan organisasi SAR
di Indonesia.
Kesimpulan dari tim tersebut adalah :
Perlu kesepakatan antara departemen-departemen yang memiliki fasilitas dan peralatan;
Harus ada hubungan yang cepat dan tepat antara pusat-pusat koordinasi dengan pusat fasilitas SAR;
Pengawasan lalu lintas penerbangan dan pelayaran perlu diberi tambahan pendidikan SAR;
Bantuan radio navigasi yang penting diharapkan untuk pelayaran secara terus menerus.
Dalam kegiatan survey tersebut, tim US
Coast Guard didampingi pejabat - pejabat sipil dan militer dari
Indonesia, tim dari Indonesia membuat kesimpulan bahwa :
Instansipemerintah baik sipil maupun
militer sudah mempunyai unsur yang dapat membantu kegiatan SAR, namun
diperlukan suatu wadah untuk menghimpun unsur-unsur tersebut dalam
suatu sistem SAR yang baik. Instansi-instansi berpotensi tersebut juga
sudah mempunyai perangkat dan jaringan komunikasi yang memadai untuk
kegiatan SAR, namun diperlukan pengaturan pemanfaatan jaringan
tersebut.
Personil dari instansi
berpotensi SAR pada umumnya belum memiliki kemampuan dan keterampilan
SAR yang khusus, sehingga perlu pembinaan dan latihan.
Peralatan
milik instansi berpotensi SAR tersebut bukan untuk keperluan SAR,
walaupun dapat digunakan dalam keadaan darurat, namun diperlukan
standardisasi peralatan.
Hasil survey akhirnya dituangkan pada
?Preliminary Recommendation? yang berisi saran-saran yang perlu
ditempuh oleh pemerintah Indonesia untuk mewujudkan suatu organisasi
SAR di Indonesia.
Berdasarkan hasil survey tersebut
ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1972 tanggal 28 Februari
1972 tentang pembentukan Badan SAR Indonesia (BASARI). Adapun susunan
organisasi BASARI terdiri dari :
Unsur Pimpinan
Pusat SAR Nasional (Pusarnas)
Pusat-pusat Koordinasi Rescue (PKR)
Sub-sub Koordinasi Rescue (SKR)
Unsur-unsur SAR
Pusarnas
merupakan unit Basari yang bertanggungjawab sebagai pelaksana
operasional kegiatan SAR di Indonesia. Walaupun dengan personil dan
peralatan yang terbatas, kegiatan penanganan musibah penerbangan dan
pelayaran telah dilaksanakan dengan hasil yang cukup memuaskan, antara
lain Boeing 727-PANAM tahun 1974 di Bali dan operasi pesawat Twinotter
di Sulawesi yang dikenal dengan operasi Tinombala.
Secara perlahan Pusarnas terus
berkembang dibawah pimpinan (alm) Marsma S. Dono Indarto. Dalam rangka
pengembangan ini pada tahun 1975 Pusarnas resmi menjadi anggota NASAR
(National Association of SAR) yang bermarkas di Amerika, sehingga
Pusarnas secara resmi telah terlibat dalam kegiatan SAR secara
internasional. Tahun berikutnya Pusarnas turut serta dalam kelompok
kerja yang melakukan penelitian tentang penggunaan satelit untuk
kepentingan kemanusiaan (Working Group On Satelitte Aided SAR) dari
International Aeronautical Federation.
Bersamaan dengan pengembangan Pusarnas
tersebut, dirintis kerjasama dengan negara-negara tetangga yaitu
Singapura, Malaysia, dan Australia.
Untuk lebih mengefektifkan kegiatan
SAR, maka pada tahun 1978 Menteri Perhubungan selaku kuasa Ketua
Basari mengeluarkan Keputusan Nomor 5/K.104/Pb-78 tentang penunjukkan
Kepala Pusarnas sebagai Ketua Basari pada kegiatan operasi SAR di
lapangan. Sedangkan untuk penanganan SAR di daerah dikeluarkan
Instruksi Menteri Perhubungan IM 4/KP/Phb-78 untuk membentuk Satuan
Tugas SAR di KKR (Kantor Koordinasi Rescue).
Untuk efisiensi pelaksanaan tugas SAR
di Indonesia, pada tahun 1979 melalui Keputusan Presiden Nomor 47
tahun 1979, Pusarnas yang semula berada dibawah Basari, dimasukkan
kedalam struktur organisasi Departemen Perhubungan dan namanya diubah
menjadi Badan SAR Nasional (BASARNAS).
Dengan diubahnya Pusarnas menjadi
Basarnas, Kepala Pusarnas yang semula esselon II menjadi Kepala
Basarnas esselon I. Demikian juga struktur organisasinya disempurnakan
dan Kabasarnas membawahi 3 pejabat esselon II. Dalam perkembangannya
keluar Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 80 tahun 1998 tentang
Organisasi Tata Kerja Basarnas, yang salah satu isinya mengenai
pejabat esselon II di Basarnas, yaitu :
Sekretaris Badan;
Kepala Pusat Bina Operasi;
Kepala Pusat Bina Potensi
Basarnas
mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan, pengkoordinasian, dan
pengendalian potensi SAR dalam kegiatan SAR terhadap orang dan
material yang hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya
dalam pelayaran dan/atau penerbangan, serta memberikan bantuan dalam
bencana dan musibah lainnya sesuai dengan peraturan SAR nasional dan
internasional. Secara jelas tugas dan fungsi SAR adalah penanganan
musibah pelayaran dan/atau penerbangan, dan/atau bencana dan/atau
musibah lainnya dalam upaya pencarian dan pertolongan saat terjadinya
musibah. Penanganan terhadap musibah yang dimaksud meliputi 2 hal
pokok yaitu pencarian (search) dan pertolongan (rescue). Dalam
melaksanakan tugas penanganan musibah pelayaran dan penerbangan harus
sejalan dengan IMO dan ICAO.
TUGAS, FUNGSI DAN SASARAN BASARNAS
A. TUGAS POKOK
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor KM.43Tahun 2005 Tentang Organisasi dan tata kerja Departemen
Perhubungan, Badan SAR Nasional mempunyai tugas pokok melaksanakan
pembinaan, pengkoordinasian dan pengendalian potensi Search and Rescue
(SAR) dalam kegiatan SAR terhadap orang dan material yang hilang atau
dikhawatirkan hilang, atau menghadapi bahaya dalam pelayaran dan atau
penerbangan, serta memberikan bantuan SAR dalam penanggulangan
bencana dan musibah lainnya sesuai dengan peraturan SAR Nasional dan
Internasional.
B. FUNGSI
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut di atas, Badan SAR Nasional menyelenggarakan fungsi :
Perumusan kebijakan teknis di bidang pembinaan potensi SAR dan pembinaan operasi SAR;
Pelaksanaan program pembinaan potensi SAR dan operasi SAR;
Pelaksanaan tindak awal;
Pemberian bantuan SAR dalam bencana dan musibah lainnya;
Koordinasi dan pengendalian operasi SAR alas potensi SAR yang dimiliki oleh instansi dan organisasi lain;
Pelaksanaan hubungan dan kerja sama di bidang SAR balk di dalam maupun luar negeri;
Evaluasi pelaksanaan pembinaan potensi SAR dan operasi SAR
Pelaksanaan administrasi di lingkungan Badan SAR Nasional.
C. SASARAN PENGEMBANGAN BASARNAS
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi Basarnas, perlu dilaksanakan strategi- strategi sebagai berikut :
Menjadikan BASARNAS sebagai yang
terdepan dalam melaksanakan operasi SAR dalam musibah pelayaran dan
penerbangan, bencana dan musibah lainnya;
Pembentukan Institusi yang dapat menangani pendidikan awal dan pendidikan penataran di lingkungan BASARNAS
Mengembangkan regulasi yang mampu mengerahkan potensi SAR melalui mekanisme koordinasi yang dipatuhi oleh semua potensi SAR;
Melaksanakan
pembinaan SDM SAR melalui pola pembinaan SDM yang terarah dan
berlanjut agar dapat dibentuk tenaga-tenaga SAR yang profesional.
Melaksanakan
pemenuhan sarana/ prasarana dan peralatan SAR secara bertahap agar
dapat menjadikan operasi tindak awal SAR yang mandiri, cepat, tepat,
dan handal sesuai ketentuan nasional dan internasional.
Melaksanakan pendidikan dan pelatihan SAR melalui jenjang pendidikan sesuai dengan kebutuhan dalam lingkungan BASARNAS.
Penciptaan system sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyelenggaraan operasi SAR
Mengembangkan
kerjasama dengan Pemda melalui FKSD, organisasi dan instansi
berpotensi SAR, balk dalam negeri maupun luar negeri dalam rangka
pembinaan potensi SAR.
Sumber : Badan SAR Nasional
http://www.dephub.go.id/SAR/basarnas/sejarah.htm
PERALATAN SAR
Peralatan
SAR adalah merupakan bagian penting bagi res cuer ketika melaksanakan
pertolongan terhadap korban musibah dilapangan, sehingga dengan
dukungan peralatan yang memadai akan membantu proses pertolongan dan
selanjutnya akan meningkatkan prosentasi keberhasilan operasi.
Peralatan SAR ini diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu:
1. Peralatan perorangan
Terdiri atas Peralatan pokok perorangan dan Peralatan pendukung perorangan;
2. Peralatan beregu.
Terdiri atas Peralatan pokok beregu dan Peralatan pendukung beregu;
Dengan klasifikasi ini akan memberikan kemudahan dalam memilah ketika melakukan penyimpanan maupun penyiapan untuk operasi.
Untuk mendukung kegiatan dan operasi
SAR, serta dalam rangka mendukung Siaga SAR, Kantor-kantor SAR telah
dilengkapi dengan peralatan SAR, meskipun belum dapat memenuhi seluruh
kebutuhan sesuai persyaratan mengingat keterbatasan anggaran dan
biaya operasional. Peralatan SAR masing-masing Kantor SAR sedikit
berbeda jenis maupun jumlahnya, tergantung lokasi dan kondisi
setempat.
PERALATAN KOMUNIKASI
Salah satu komponen pfasilitas SAR yang
memegang kunci peranan penting dalam pelaksanaan kegiatan SAR adalah
Sistem Komunikasi SAR. Sistem komunikasi ini tidak lepas dari semua
jenis peralatan komunikasi yang digunakan sebagai sarana pertukaran
informasi balk berupa voice maupun data dalam kegiatan SAR. Sistem
komunikasi yang digelar mempunyai fungsi:
1. Jaringan Penginderaan Dini
Komunikasi
sebagai sarana penginderaan dini dimaksudkan agar setiap musibah
pelayaran dan/atau penerbangan dan/ atau bencana dan/ atau musibah
lainnya dapat dideteksi sedini mungkin, supaya usaha pencarian,
pertolongan dan penyelamatan dapat dilaksanakan dengan cepat. Oleh
karena itu setiap informasi/musibah yang diterima harus mempunyai
kemampuan dalam hal kecepatan, kebenaran dan aktualitasnya. Implementasi
sistem komunikasi harus mengacu path peraturan internasional yaitu
peraturan IMO untuk memonitor musibah pelayaran dan peraturan ICAO untuk
memonitor musibah penerbangan.
Pada tahun 1994 BASARNAS memperoleh
bantuan pi njaman lunak dari pemerintah Kanada untuk pengadaan
peralatan monitoring musibah. Peralatan tersebut berfungsi sebagai
alat deteksi dini signal yang mengindikasikan lokasi musibah,
alat-alat tersebut adalah LUT (Local User Terminal) yaitu berupa
perangkat stasiun bumi kecil yang mengolah data dari Cospas dan SARSAT.
2. Jaring Koordinasi
Komunikasi
sebagai sarana koordinasi, dimaksudkan untuk dapat berkoordinasi
dalam mendukung kegiatan operasi SAR baik internal antara Kantor Pusat
BASARNAS dengan Kantor SAR dan antar Kantor SAR, dan eksternal dengan
instansi/ organisasi berpotensi SAR dan RCCs negara tetangga secara
cepat dan tepat.
3. Jaring Komando dan Pengendalian
Komunikasi sebagai sarana komando dan pengendalian, dimaksudkan untuk mengendalikan unsur-unsur yang terlibat dalam operasi SAR.
4. Jaring Pembinaan, Administrasi dan Logistik
Jaring ini digunakan oleh BASARNAS untuk pembinaan Kantor SAR dalam pelaksanaan pembinaan dan administrasi perkantoran.
Peralatan komunikasi yang dimiliki BASARNAS dan Kantor SAR sebagai berikut :
Fixed Line Telecommunication
Radio Communication (HFNHF)
AFTN Automatic message switching
Dengan dilengkapinya radio VHF Air band dan Marine band, memungkinkan untuk memonitor penerbangan dan pelayaran.
PENYELAMATAN KORBAN TENGGELAM
Kasus
tenggelam cukup sering ditemukan, baik tenggelam dalam air tawar
maupun air laut. Kasus tenggelam sering terjadi pada anak kecil, atau
orang dewasa. Sebagai orang awam yang ingin menolong seseorang yang
tenggelam, kami memberikan tips sebagai berikut :
1. Pastikan diri anda mempunyai
kemampuan untuk menolong, bila tidak yakin dengan kemampuan diri
sendiri sebaiknya carilah bantuan." Lebih baik kehilangan satu orang
daripada kehilangan dua orang", maksudnya " Jangan menambah korban
lebih banyak".
2. Segera menginformasikan kepada orang disekitar untuk mencari bantuan lanjutan.
3. Pelajari situasi dan kondisi disekitar korban.
4. Cari alat bantu untuk menyelamatkan korban, contoh : pelampung, ranting/kayu, tali dan sebagainya
5.
Tahap berikutnya adalah tahap penyelamatan korban tanpa menggunakan
alat bantu.Dalam tahap ini dapat dilakukan langkah - langkah sebagai
berikut :
· Terjun ke air dengan mata tetap memandang posisi korban
·
Dekati korban ssuai dengan jarak tertentu dan mengajak
berkomunikasi, untuk kasus korban yang masih sadar, berikut ini adalah
kutipan percakapan penolong dengan korban :
" Sebagai orang awam yang ingin menolong seseorang yang tenggelam, kami memberikan tips sebagai berikut :
Duck away
Leg block
Arm block
Elbow lift
Untuk korban yang mematuhi perintah, lakukan tehnik penyelamatan dengan cara :
Under arm carry
Tired swimmer carry
Wristow
Hip carry
Hip carry with pistol grip
Double chin carry
Untuk
korban yang tidak mematuhi perintah maka biarkan korban sampai
terlihat lelah, setelah itu melakukan tehnik penyelamatan separti
tehnik diatas.
Catatan : Saat menarik korban untuk
korban yang tidak bernafas diberi bantuan nafas mulut ke hidung
sebanyak 1 kali dengan hitungan pemberian nafas dengan jeda htiungan
ke - 9 hitungan (Ref : ADS International)
6. Membawa korban ke darat dan letakkan ditempat yang aman.
7. Mengecek kesadaran korban dengan cara mengoyang - goyangkan tubuh korban sambil menegur korban.
8. Selanjutnya dilakukan pertolongan dengan suatu rumusan sederhana yang mudah diingat yaitu ABC. Hal ini diartikan sebagai :
A = Airway ( Jalan nafas )
B = Breathing ( Bernafas )
C = Circulation ( Sirkulasi, Peredaran Darah yakni jantung dan pembuluh darah )
Untuk kasus korban yang sadar tapi mengalami kesulitan bernafas maka dilakukan langkah - langkah sebagai berikut :
Posisikan korban pada posisi pulih atau posisi istirahat
Bersihkan benda - benda yang menyumbat rongga mulut korban, contoh : gigi palsu, makanan dll
Kembalikan posisi normal, tekan dahi dan naikkan dagu ( posisi ini bertujuan untuk memperlancar jalan nafas
Bila
diperlukan diberikan nafas buatan dua kali dari mulut ke mulut (
untuk menghindari penularan penyakit, contoh Hepatitis, sebaiknya
menggunakan alat bantu pemberian nafas dari mulut ke mulut )
Untuk korban yang tidak sadar, mempunyai nafas yang tidak kuat atau belum bernafas, langkah - langkahnya sebagai berikut :
Pada posisi normal dengan dagu terangkat sambil mengecek nadi di leher
Jika tidak ada nadi maka dilakukan pertolongan ABC
Jika nadinya kecil maka lakukan pertolongan AB + Supportive C, gunakan Algoritma syok
Jika
nadinya cukup maka lakukan pertolongan A dengan / tanpa B Untuk
korban yang tidak sadar, mempunyai nafas yang tidak kuat atau belum
PMK
Sejarah Pemadam Kebakaran
Pemadam Kebakaran Dibentuk Pada Zaman Romawi
Pada hakekatnya manusia sangat
membutuhkan api dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan terhadap api
itu tak bisa dihindari, karena manusia memerlukan penerangan ketika
datang kegelapan malam. Begitu juga api diperlukan manusia sebagai
alat untuk menghangatkan badan dari cuaca dingin, dan alat
perlindungan dari binatang buas. Dan tentunya manusia menghadapi
masalah sebelum mampu menciptakan api. Seolah-olah unsur panas yang
dilihat dan dirasakan manusia pada waktu itu sebagai akibat letusan
gunung berapi atau sambaran petir. Keadaan ini mendorong manusia untuk
berpikir agar dapat mengontrol api, sehingga api dapat bermanfaat bagi
kehidupannya.
Dalam perkembangan selanjutnya,
penggunaan api di masa itu memberi pengaruh dalam mengakhiri masa
nomaden. Hal ini juga berdampak terhadap perkembangan sosial dan
politik seiring dengan perkembangnya pemukiman penduduk yang menetap.
Akan tetapi, api yang sudah diketahui dapat bermanfaat bagi kehidupan
manusia, tetap dipandang sebagai elemen suci dan hebat. Banyak
mitologi yang menganalogikan api menjadi sifat atau karakter manusia.
Ketika
manusia merasakan pengalaman bahwa api juga bersifat sangat merusak,
sejak itu manusia terdorong untuk mengetahui cara mengontrol keganasan
api. Ini terjadi kira-kira 300 tahun sebelum masehi (SM) di Roma.
Ketika itu petugas pemadam kebakaran dan penjaga malam dibentuk dan
ditugaskan kepada sekelompok orang yang diberi nama Familia Publica
dan operasional dari kelompok ini diawasi oleh komite negara.
Dalam buku yang berjudul Principles of
Protection karya Arthur Cote, P.E dan Percy Bugbee dijelaskan, di
zaman pemerintahan kaisar Agustus (Gaius Julius Caesar Octavianus)
pada 27 SM sampai 12 Masehi, Roma mengembangkan Departemen Kebakaran
untuk tipe penghunian. Dan departemen ini mengorganisir para budak dan
warga negara dalam wadah yang bernama Satuan Jaga (pelayanan
penjagaan). Selanjutnya, dikeluarkan dekrit yang menyatakan seluruh
rakyat wajib menjaga dan mengontrol api.
Adapun satuan jaga tersebut merupakan
organisasi (pemadam kebakaran) yang pertama. Dibentuknya satuan ini
bertujuan untuk melindungi manusia terhadap bahaya kebakaran. Tugas
utama mereka adalah melakukan patroli dan pengawasan pada malam hari
(dilakukan oleh Nocturnes). Dalam perkembangan selanjutnya, setiap
anggota pasukan mempunyai tugas khusus bila terjadi kebakaran.
Contohnya, beberapa anggota (aquarii) membawa air dalam ember ke
lokasi kebakaran. Kemudian, dibangun pipa air (aquaducts) untuk
membawa air ke seluruh kota, dan pompa tangan dikembangkan guna
membantu penyemprotan air ke api. Siponarii adalah sebutan bagi
pengawas pompa, dan komandan pemadam kebakaran dinamakan Praefectus
Vigilum yang memikul seluruh tanggung jawab Satuan Siaga.
Sedangkan hukum Romawi mengutus
Quarstionarius (sekarang sama dengan Polisi Kebakaran), yang bertugas
mengklarifikasi sebab-sebab terjadinya kebakaran. Pemerintah Kerajaan
Romawi pada masa itu mulai menentukan kebijakan me-ngenai penggunaan
selang kulit bagi kepentingan pemadaman kebakaran. Petugasnya juga
membawa bantal besar ke lokasi kebakaran, sehingga orang yang terjebak
di gedung tinggi dapat meloncat dan mendarat di atas bantal tersebut.
Marco
Polo mencatat tentang tata negara belahan timur pada abad 13, yakni
pasukan rakyat dari pasukan pengawas dan pasukan kebakaran yang
mempunyai tugas pencegahan kebakaran telah terbentuk di Hangchow.
Mereka dalam melaksanakan tugasnya dapat mengerahkan satu sampai dua
ribu orang untuk memadamkan api. Ribuan pasukan itu dibagi menjadi
kelompok yang terdiri dari 10 orang, 5 orang berjaga pada siang, dan
selebihnya berjaga pada malam hari.
Peraturan Tentang Proteksi Kebakaran
Ketika
kerjaan Romawi jatuh, sangat sedikit dan hampir tidak ada usaha untuk
membentuk organisasi yang melindungi dan mengontrol kebakaran. Hal
ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Ketika itu hanya ada
peraturan tentang proteksi kebakaran yang bernama Curfew (bahasa
Perancis: mengatasi kebakaran) yang mengharuskan rakyat memadamkan api
pada jam tertentu di malam hari. Selain Curfew, peraturan hampir
serupa dibuat di Oxford Inggris pada tahun 872.
Pada tahun 1189, Wali Kota pertama
Inggris membuat peraturan yang mengharuskan bangunan baru berdinding
dan atap batu atau ubin. Sedangkan penggunaan atap rumah dari ilalang
yang sudah cukup tua usianya dilarang. Kemudian, pada tahun 1566, di
Manchester dibuat peraturan tentang penyimpanan tentang penyimpanan
bahan bakar yang aman untuk oven roti. Dan peraturan ini merupakan
Undang-undang per-tama yang dibuat dalam rangka pencegahan kebakaran,
yang tidak berhubungan langsung dengan struktur bangunan. Adapun
Undang-undang negara yang pertama kali dibuat adalah Undang-undang
Parlemen Inggris (1583), yang menyangkut ketentuan larangan pembuatan
lilin dengan cara mencairkan lemak di dalam bangunan perumahan. Pada
tahun 1647, pembuatan cerobong asap yang terbuat dari kayu dilarang.
Pada tahun 1666 di London ter-jadi
kebakaran. Atas peristiwa ini dibentuk peraturan tentang bangunan yang
komplit. Namun sampai tahun 1774 belum juga terbentuk komisi yang
bertugas menegakkan peratu-ran. Bisa dibayangkan, betapa mandul nya
peraturan maupun Undang-undang tentang pencegahan kebakaran yang telah
dibuat selama kurun waktu lebih satu abad ketika itu. Sampai tahun
1824 komisi yang dimaksud di atas belum juga terbentuk. Pada tahun itu
di Edinburgh, Skotlandia, dibentuk pasukan keba-karan. Tugas pasukan
ini mengembangkan peraturan mengenai proteksi kebakaran, dan standar
operasi yang lebih maju. Yang ditunjuk sebagai komandan pasukan
kebakaran di Edinburgh adalah peneliti yang bernama James Braidwood.
Ia penulis buku pegangan (handbook) ten-tang operasi Departemen
Kebakaran. Buku pegangan karyanya itu lebih maju dibanding teori
sebelumnya yang dibuat oleh James pada 1830. Buku ini berisikan 396
standar dan gambaran tentang pelayanan terbaik yang harus dilakukan
Departemen Kebakaran.
Pengawas Kebakaran
Pengawas
kebakaran malam hari dibentuk di kota besar Amerika pada zaman
kolonial. Pada tahun 1654 di Boston, seorang bellman ditugaskan
bekerja dari pukul 10 malam hing-ga pukul 5 pagi. Tiga tahun kemudian,
terjadi pembaharuan di New York. Sipir kebakaran dibantu delapan orang
sukarelawan, pengawas kebakaran bertugas malam hari. Sukarelawan ini
disebut sebagai pengawas berderak karena setiap jaga mereka selalu
membunyikan alarm yang bunyinya berderak-derak. Pengawas kebakaran
malam, merupakan lembaga masyarakat sebelum terbentuknya kesatuan polisi
warga yang dibentuk di New York pada tahun 1687. Lembaga ini pertama
kali dibentuk mengingat besarnya kerugian harta benda yang
diasuransikan, dan dipandang sangat penting. Lembaga masyarakat ini
mempunyai tugas penting, yaitu melakukan patroli guna membantu lembaga
asuransi yang baru terbentuk agar dapat diterima masyarakat.
Pada tahun 1631, di Boston terjadi
bencana kebakaran. Setelah peristiwa itu, untuk pertama kalinya di
Amerika dibentuk Undang-undang Kebakaran. Isinya mencakup larangan
penggunaan ilalang untuk atap rumah, penggunaan cerobong asap dari
kayu. Dan ketentuan tersebut dijalankan oleh pemerintahan Boston yang
terpilih. Padan tahun 1647 Amsterdam Baru (sekarang kota New York)
menunjuk para tenaga survei bangunan untuk mengontrol bahaya kebakaran
yang melanda bangunan. Beberapa tahun kemudian, tenaga survei itu
dinamakan pengawas kebakaran hunian lima, yang mempunyai tanggung
jawab pencegahan kebakaran umum. Kronologis tersebut dipandang sebagai
cikal bakal lahirnya Departemen Kebakaran di Amerika Utara.
Pada tanggal 14 Januari 1653, pemerintah
Boston memberikan perintah untuk membeli mobil pompa. Dalam hal ini,
tidak ada catatan dari mana asal mobil pompa dan kapan diadakan
perawatan. Pada saat itu, Undang-undang tambahan tentang proteksi
kebakaran juga dibentuk. Undang-undang pada tahun 1653 ini
mengharuskan seluruh rumah menyimpan kain pel sepanjang 12 kaki. Ini
digunakan bagi keperluan memadamkan kebakaran atap, dan setiap
bangunan rumah harus memiliki tangga yang mampu menjangkau tepi atap.
Pada saat yang sama, kota juga menyediakan tangga, kaitan, dan rantai
guna merobohkan rumah di luar jalur penyebaran api. Senapan serbuk
kadang dipakai dalam operasi ini. Dan rumah yang dirobohkan demi
kepentingan mencegah kebakaran tidak menjalar, pemiliknya tidak
menerima ganti rugi. Ketentuan ini memang sudah didekritkan.
Klasifikasi Jenis Kebakaran
Kebakaran di Indonesia dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:
Kelas
Kebakaran
yang disebabkan oleh benda-benda padat, misalnya kertas, kayu,
plastik, karet, busa dan lain-lainnya. Media pemadaman kebakaran untuk
kelas ini berupa: air, pasir, karung goni yang dibasahi, dan Alat
Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun api tepung kimia kering.
Kelas
Kebakaran
yang disebabkan oleh benda-benda mudah terbakar berupa cairan,
misalnya bensin, solar, minyak tanah, spirtus, alkohol dan
lain-lainnya. Media pemadaman kebakaran untuk kelas ini berupa: pasir
dan Alat Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun api tepung kimia kering.
Dilarang memakai air untuk jenis ini karena berat jenis air lebih berat
dari pada berat jenis bahan di atas sehingga bila kita menggunakan
air maka kebakaran akan melebar kemana-mana
Kelas
Kebakaran
yang disebabkan oleh listrik. Media pemadaman kebakaran untuk kelas
ini berupa: Alat Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun api tepung kimia
kering. Matikan dulu sumber listrik agar kita aman dalam memadamkan
kebakaran
Prinsip Pemadaman Kebakaran
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik
kecil atau besar pada tempat yang tidak kita hendaki, merugikan dan
pada umumnya sukar dikendalikan. Api terjadi karena persenyawaan dari:
Sumber panas, seperti energi elektron (listrik statis atau dinamis), sinar matahari, reaksi kimia dan perubahan kimia.
Benda mudah terbakar, seperti bahan-bahan kimia, bahan bakar, kayu, plastik dan sebagainya.
Oksigen (tersedia di udara)
Apabila
ketiganya bersenyawa maka akan terjadi api. Dalam pencegahan
terjadinya kebakaran kita harus bisa mengontrol Sumber panas dan Benda
mudah terbakar, misalnya Dilarang Merokok ketika Sedang Melakukan
Pengisian Bahan Bakar, Pemasangan Tanda-Tanda Peringatan, dan
sebagainya.
Apabila sudah terjadi kebakaran maka
langkah kita adalah menghilangkan adanya Oksigen dalam kebakaran
tersebut. Contoh mudahnya seperti ketika kita menghidupkan lilin, lalu
coba kita tutup dengan gelas maka api pada lilin tersebut akan mati
karena oksigen yang berada di luar gelas tidak dapat masuk dan oksigen
yang berada dalam gelas berubah menjadi Karbon Dioksida (CO2) yang
mematikan api. Ketika kita memadamkan kebakaran dengan mengunakan
APAR, karung goni yang basah dan pasir yang terjadi adalah kita
mengisolasi adanya oksigen dalam api tersebut asal semua permukaan api
tertutupi oleh ketiga media pemadaman tersebut dan api akan mati
seperti lilin yang kita tutup memakai gelas tadi. Bila kita
menggunakan air sebagai media pemadaman maka terjadi reaksi pendinginan
panas dan isolasi oksigen dari kebakaran tersebut.
Peralatan Pencegahan Kebakaran
APAR / Fire Extinguishers / Racun Api
Peralatan
ini merupakan peralatan reaksi cepat yang multi guna karena dapat
dipakai untuk jenis kebakaran A,B dan C. Peralatan ini mempunyai
berbagai ukuran beratnya, sehingga dapat ditempatkan sesuai dengan
besar-kecilnya resiko kebakaran yang mungkin timbul dari daerah
tersebut, misalnya tempat penimbunan bahan bakar terasa tidak rasional
bila di situ kita tempatkan racun api dengan ukuran 1,2 Kg dengan
jumlah satu tabung. Bahan yang ada dalam tabung pemadam api tersebut
ada yang dari bahan kinia kering, foam / busa dan CO2, untuk Halon
tidak diperkenankan dipakai di Indonesia.
Hydran
Ada
3 jenis hydran, yaitu hydran gedung, hydran halaman dan hydran kota,
sesuai namanya hydran gedung ditempatkan dalam gedung, untuk hydran
halaman ditempatkan di halaman, sedangkan hydran kota biasanya
ditempatkan pada beberapa titik yang memungkinkan Unit Pemadam
Kebakaran suatu kota mengambil cadangan air.
Detektor Asap / Smoke Detector
Peralatan
yang memungkinkan secara otomatis akan memberitahukan kepada setiap
orang apabila ada asap pada suatu daerah maka alat ini akan berbunyi,
khusus untuk pemakaian dalam gedung.
Fire Alarm
Peralatan yang dipergunakan untuk memberitahukan kepada setiap orang akan adanya bahaya kebakaran pada suatu tempat
Sprinkler
Peralatan
yang dipergunakan khusus dalam gedung, yang akan memancarkan air
secara otomatis apabila terjadi pemanasan pada suatu suhu tertentu
pada daerah di mana ada sprinkler tersebut
Pencegahan Kebakaran
Setelah kita mengetahui
pengklasifikasian, prinsip pemadaman dan perlengkapan pemadaman suatu
kebakaran maka kita harus bisa mengelola kesemuanya itu menjadi suatu
sistem manajemen /pengelolaan pencegahan bahaya kebakaran.
Kita mengambil contoh dari pengelolaan pencegahan kebakaran pada bangunan tinggi.
Identifikasi bahaya yang dapat mengakibatkan kebakaran pada gedung itu.
Bahan Mudah Terbakar, seperti karpet, kertas, karet, dan lain-lain
Sumber Panas, seperti Listrik, Listrik statis, nyala api rokok dan lain-lain
Penilaian Resiko
Resiko tinggi karena merupakan bangunan tinggi yang banyak orang
Monitoring
Inspeksi
Listrik, Inspeksi Bangunan, Inspeksi Peralatan Pemadam Kebakaran,
Training, Fire Drill / Latihan Kebakaran dan lain-lain
Recovery / Pemulihan
Emergency Response Plan / Rencana Tindakan Tanggap Darurat, P3K, Prosedur-Prosedur, dan lain-lain.
Pengetahuan Dasar DAMKAR
Sebelum
kita dapat melakukan usaha penanggulangan kebakaran, adalah wajar
apabila kita perlu untuk mengetahui dan mengenal terlebih dahulu apa
dan bagaimanakah kebakaran itu. Setelah itu maka kita akan menyadari
bahwa peristiwa/masalah kebakaran sesungguhnya merupakan masalah yang
menjadi ancaman bagi semua orang, baik disadari ataupun tidak.
Untuk
itu tulisan ini dibuat tanpa maksud menggurui mengajak semua pihak
untuk lebih mengenal tentang Kebakaran khususnya api dengan lebih
baik.
KIMIA API
Kita
semua tahu bahwa untuk dapat menghadapi dan mengalahkan musuh, kita
harus tahu segala hal tentang musuh kita kekuatan, kelemahan, strategi
perang, dan lainnya. Memiliki gambaran tentang kemungkinan aksi yang
akan dilakukan oleh musuh, membuat kita dapat membuat rencana untuk
menga-tasi aksi tersebut, dan lebih baik lagi melakukan pencegahan agar
aksi tersebut tidak dapat berjalan. Demikian juga apabila kita
mengahadapi masalah kebakaran, kita harus tahu tentang bagaimanakah api
dapat terjadi, bagaimana api dapat menyebar, apa yang dapat
menimbulkan api, bagaimana mencegah api timbul, dan banyak lagi,
sehingga kita siap menghadapi musuh kita semua, yaitu kebakaran.
A. PEMBAKARAN
Pembakaran
dan api adalah dua kata yang akan selalu berhubungan dan dalam ilmu
kebakaran dua kata tersebut sudah menjadi tak terpisahkan.
Pembakaran/api
adalah peristiwa proses reaksi oksidasi cepat yang biasanya
menghasilkan panas dan cahaya (energi panas dan energi cahaya).
Selanjutnya
apakah reaksi oksidasi itu?; Dalam konteks masalah kebakaran dapat
dikatakan bahwa reaksi oksidasi adalah reaksi pengikatan unsur oksigen
oleh reduktor/pereduksi (bahan bakar). Sedang dalam konteks lebih
luas, dalam ilmu kimia, reaksi oksidasi didefinisikan sebagai reaksi
pemberian elektron oleh oksidator/pengoksidasi kepada
reduktor/pereduksi.
Di atas telah
disebutkan bahwa pembakaran/api adalah peristiwa oksidasi cepat,
berarti ada reaksi oksidasi lambat. Untuk rekasi oksidasi lambat
sebagai contohnya adalah peristiwa perkaratan besi.
Satu
hal yang perlu di pahami adalah bahwa hanya gas yang dapat terbakar.
Jadi bahan bakar dengan bentuk fisik padatan dan cairan sebelum ia
dapat terbakar ia harus dirubah dahulu ke bentuk fisik gas. Untuk
bahan bakar padat harus mengalami pyrolysis, sehingga ter-bentuk
gas-gas yang lebih seder-hana yang akan terbakar. Sedang untuk bahan
bakar bentuk cairan oleh panas akan diuapkan, lalu uap bahan bakar tadi
yang akan terbakar.
Kembali ke masalah
kebakaran ada peristiwa yang sering terjadi seiring dengan kebakaran,
yaitu ledakan/explosion. Ledakan/explosion adalah peristiwa oksidasi
yang sangat cepat.
B. NYALA API
Selama
ini api, umumnya, selalu identik dengan nyala api, sesungguhnya ini
adalah salah satu dari bentuk api. Nyala api sesung-guhnya adalah gas
hasil reaksi dengan panas dan cahaya yang ditimbulkannya. Warna dari
nyala api ditentukan oleh bahan-bahan yang bereaksi (terbakar). Warna
yang dihasilkan oleh gas hidrokarbon, yang bereaksi sempurna dengan
udara (oksigen) adalah biru terang. Nyala api akan lebih mudah
terlihat ketika karbon dan padatan lainnya atau liquid produk antara
dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna naik dan berpijar akibat
temperatur dengan warna merah, jingga, kuning, atau putih, tergantung
dari tem-peraturnya.
C. BARA API
Bara
api memiliki cirri khas yaitu tidak terlihatnya nyala api, akan
tetapi adanya bahan-bahan yang sangat panas pada permukaan dimana
pembakaran terjadi. Contoh yang baik untuk bara api adalah batu bara.
Warna dari bara api pada permukaan benda berhubungan dengan
temperaturnya. Beberapa warna yang terlihat dan tempe-raturnya
ditampilkan seperti di tabel 1.
SEGITIGA API
Dari
bahasan sebelumnya kita telah tahu bahwa pembakaran/api adalah suatu
reaksi oksidasi, jadi harus ada oksidator/pengoksidasi dan reduktor/
pereduksi/bahan yang dioksidasi. Dari sini kita telah men-dapatkan dua
komponen peristiwa/reaksi pembakaran/api, yaitu oksidator yaitu
oksigen dan reduktor di sini adalah bahan bakar. Lalu selain itu apa
lagi? Dalam kehidupan sehari-hari kita mengetahui bahwa suatu benda
yang dapat terbakar (bahan bakar) dalam kondisi normal tidaklah
terbakar, baru apabila kita panaskan untuk beerapa lama dia akan dapat
terbakar. Ini juga berarti kita telah mendapatkan satu lagi komponen
pembakaran/api, dari apa yang sudah umum kita ketahui.
Dalam
ilmu kebakaran ketiga komponen tersebut dikenal dengan segitiga api,
yaitu sebuah bangun dua dimensi berbentuk segitiga sama sisi. Dimana
masing-masing sisi mewakili satu komponen kebakaran/api, yaitu:
Oksigen, Panas dan Bahan bakar.
Lalu
mengapa segitiga sama sisi? Jawabannya adalah bahwa suatu
peristiwa/reaksi pembakaran akan dapat terjadi apabila ketiga komponen
tersebut berada dalam keadaan keseimbangannya. Kese-imbangan dimaksud
di sini bukanlah sama dalam jumlah atau banyaknya, akan tetapi suatu
bahan akan dapat terbakar apabila kondisi di mana terjadi/akan terjadi
pembakaran/api memiliki perbandingan tertentu antara bahan dimaksud
dengan oksigen yang harus tersedia. Selain itu kondisi temperatur bahan
dan atau lingkungan reaksi memiliki tem-peratur (yang menggambarkan
tingkat kepanasan suatu benda) tertentu juga.
D. OKSIGEN
Pada
sisi pertama dari segitiga adalah oksigen. Oksigen adalah gas yang
tidak dapat terbakar (nonflam-meable gas) dan juga merupakan satu
kebutuhan untuk kehidupan yang sangat mendasar. Di atas permukaan laut,
atmosfir kita me-miliki oksigen dengan konsentrasi sekitar 21%.
Sedang untuk ter-jadinya pembakaran/api oksigen dibutuhkan minimal
16%. Kembali lagi, oksigen itu sendiri tidak terbakar, ia hanya
mendukung proses pembakaran.
E. PANAS
Sisi
kedua adalah panas. Panas adalah suatu bentuk energi yang dibutuhkan
untuk meningkatkan temperatur suatu benda/ bahan bakar sampai ketitik
dimana jumlah uap bahan bakar tersebut tersedia dalam jumlah cukup
untuk dapat terjadi penyalaan.
1. Sumber-sumber Panas
Sumber-sumber panas/energi panas sangatlah beragam, dapat disebutkan disini adalah:
Arus listrik
Panas
akibat arus listrik dapat terjadi akibat adanya hambatan terhadap
aliran arus, kelebihan beban muatan, hubungan pendek, dan lain-lain;
Kerja mekanik
Panas yang dihasilkan oleh kerja mekanik biasanya dari gesekan dua benda atau gas yang diberi tekanan tinggi;
Reaksi kimia
Pada
reaksi kimia, hubungan dengan panas, terdapat dua macam reaksi yaitu
reaksi endotermis dan eksotermis. Reaksi endotermis adalah reaksi yang
mem-butuhkan panas untuk dapat berjalan, sedang rekasi eksotermis
adalah kebalikannya yaitu menghasilkan panas dan reaksi inilah yang
merupakan sumber panas. Reaksi kimia disini tidak hanya terbatas pada
reaksi perubahan atau pembentukan senyawa baru, akan tetapi dapat juga
dalam bentuk proses pencampuran dan atau pelarutan;
Reaksi nuklir
Reaksi nuklir yang menghasilkan panas dapat berupa fusi atau fisi.
Radiasi matahari
Sinar
matahari dapat menjadi sumber panas yang dapat menye-babkan kebakaran
apabila intensitasnya cukup besar, atau di ter/difokuskan oleh suatu
alat optik.
2. Cara-cara Perpindahan Panas
Panas
dapat berpindah dan dalam suatu kejadian kebakaran perpindahan panas
ini harus mendapat perhatian yang besar, karena apabila perpindahan
panas tidak terkontrol akan dapat mengakibatkan kebakaran meluas dan
atau mengakibatkan kebakaran lain.
Perpindahan
panas ini dapat terjadi dengan berbagai cara, yaitu: konduksi,
konveksi dan radiasi; dan khusus dalam masalah kebakaran ada juga yang
disnyulutan langsung.
Konduksi
Konduksi
adalah perpindahan panas yang terjadi secara molekuler, jadi panas
berpindah di dalam suatu bahan penghantar (konduktor) dari satu titik
ketitik lain yang memiliki temperatur lebih rendah. Sebagai gambaran
adalah apabila kita memanaskan salah satu ujung sebuah tongkat besi
maka lambat laun panas akan berpindah keujung lainnya, sedangkan
tongkat tersebut tidak berubah bentuk.
Konveksi
Konveksi
adalah perpindahan panas yang berhubungan dengan bahan fluida atau
bahan yang dapat mengalir dalam bentuk gas atau cairan. Pada konveksi
panas berpindah dengan berpindahnya bahan penghantar, atau lebih tepat
bahan pembawa panas tersebut. Sebagai gambaran adalah apabila terjadi
kebakaran di lantai bawah sebuah bangunan bertingkat, maka panas akan
dibawa oleh asap atau gas hasil pembakaran yang panas ke lantai di
atasnya.
Radiasi
Perpindahan
panas dengan cara radiasi tidak membutuhkan suatu bahan penghantar
seperti pada dua perpindahan panas sebe-lumnya. Pada radiasi panas
berpindah secara memancar, jadi panas dipancarkan segala arah dari
suatu sumber panas. Sebagai contohnya adalah radiasi sinar matahari,
yang kita semua tahu bahwa dari jarak yang jutaan kilometer melalui
ruang kosong di antariksa panas matahari dapat sampai ke bumi.
F. BAHAN BAKAR
Sisi
yang lain (ke-tiga) adalah bahan bakar. Berbeda dengan apa yang umum
disebut sebagai bahan bakar oleh setiap orang, bahan bakar dalam
hubungannya dengan ilmu kebakaran adalah setiap benda, bahan atau
material yang dapat terbakar dianggap sebagai bahan bakar. Apabila kita
perhatikan, maka akan kita dapati bahwa hidup kita selalu dikelilingi
oleh bahan bakar. Oleh karena itu adalah sesuatu yang wajib bagi kita
untuk selalu siap siaga menghadapi ancaman bahaya kebakaran.
Ada beberapa istilah yang perlu diketahui dalam hubungannya dengan bahan bakar, yaitu:
Flash
point: temperatur terendah pada saat dimana suatu bahan bakar cair
menghasilkan uap dalam jumlah yang cukup untuk menghasilkan nyala
sesaat dari campuran bahan bakar dan udara (oksigen).
Fire point : temperatur (akibat
pemanasan) dimana suatu bahan bakar cair dapat memproduksi uap dengan
cukup cepat sehingga memungkinkan terjadinya pembakaran yang
kontinyu/terus menerus.
TETRAHEDRON API
Pada
perkembangan selanjutnya,ditemukan bahwa selain ketiga komponen
seperti yang dimaksud dalam segitiga api ada lagi komponen keempat
dalam proses pembakaran yang dibutuhkan oleh proses pembakaran untuk
mendukung kesinambungannya dan juga untuk bertambah besar, yaitu
rantai reaksi kimia antara bahan bakar dengan bahan
pengoksidasi/oksidator. Seiring dengan menyalanya api, molekul bahan
bakar juga berkurang berubah menjadi molekul yang lebih sederhana.
Dengan berlanjutnya proses pembakaran, naiknya temperatur menyebabkan
oksigen tambahan terserap ke area nyala api. Lebih banyak molekul bahan
bakar akan terpecah, bergabung ke rantai reaksi, mencapai titik
nyalanya, mulai menyala, menyebabkan naiknya temperatur, menyeap
oksigen tambahan, dan melanjutkan rantai reaksi. Proses rantai reaksi
ini akan berlanjut sampai seluruh substansi/bahan yang terkait mencapai
area yang lebih dingin dinyala api. Selama tersedia bahan bakar dan
oksigen dalam jumlah yang cukup, dan selama temperatur mendukung,reaksi
rantai akan meningkatkan reaksi pembakaran. Sehingga dengan demikian
segitiga api tadi dengan adanya faktor rantai reaksi kimia, yang juga
termasuk komponen pembakaran, berubah menjadi satu bangun tiga dimensi
segitiga piramida (tetrahedron).
GAS BERACUN HASIL PEMBAKARAN
Selain
bahaya panas tinggi ternyata ada satu bahaya yang menjadi penyebab
utama kematian dalam peristiwa kebakaran, yaitu asap. Mengapa asap
menjadi penyebab utama? Hal ini dikarenakan asap mengandung
bermacam-macam gas beracun yang dihasilkan oleh peristiwa pembakaran.
Beberapa gas beracun yang paling banyak dan selalu ada pada peristiwa kebakaran dapat dilihat dibawah ini.
Karbon monoksida (Carbon monoxide)
Karbon
monoksida (CO) adalah pembunuh terbesar dalam peristiwa kebakaran
karena tingkat kehadirannya yang sangat tinggi dan juga cepatnya ia
mencapai konsentrasi mematikan pada peristiwa kebakaran. Karbon
monoksida adalah hasil produksi dari pembakaran tidak sempurna yang
dihasilkan dari pembakaran senyawa-senyawa organic dan berbagai bentuk
karbon. Sering juga kematian akibat karbon monoksida terjadi akibat
masuknya asap knalpot ke kabin mobil.
Karbon
monoksida berbahaya karena ia adalah gas yang tidak berbau, tidak
berwarna, dan tidak terlihat. Gas ini mematikan pada konsentrasi 1,28
persen volume dalam udara dalam 1 sampai 3 menit; 0,64 persen
mematikan dalam 10 sampai 15 menit; 0,32 persen mematikan dalam 30
sampai 60 menit, dan 0,16 persen mematikan dalam waktu 2 jam. Pada
konsentrasi 0,05 persen gas ini tetap menyimpan bahaya.
Karbon dioksida (Carbon dioxide)
Karbon
dioksida (Carbon dioxide) adalah hasil dari pembakaran sempurna
senyawa organic atau senyawa karbon. Bertambahnya konsentrasi karbon
dioksida akan mengakibatkan meningkatnya kecepatan pernafasan; sampai
di mana tubuh tidak mampu lagi. Kegagalan pernafasan akhirnya akan
terjadi. Karbon dioksida dalam jumlah yang sangat banyak dapat
mengakibatkan sesak nafas karena kekurangan oksigen dalam darah, selain
itu juga dapat berfungsi sebagai bahan pemadam api. Konsentrasi lebih
dari 5 persen di lingkungan dapat merupakan tanda bahaya,bukan karena
keberadaannya akan tetapi karena kondisi tersebut adalah kondisi yang
jauh dari kondisi normal.
Hidrogen sianida (Hydrogen cyanide)
Walau
Hidrogen sianida (HCN) jauh lebih beracun dari Karbon monoksida
tetapi dalam kebakaran,biasanya, jumlahnya sangat kecil. Pada
konsentrasi 100 ppm dapat menyebabkan kematian dalam waktu 30 sampai 60
menit. Hidrogen sianida dihasikan dari pembakaran senyawan hirokarbon
terklorinasi di udara, plastik, kulit karet, sutra, wool, atau juga
kayu. Seperti halnya karbon monoksida hydrogen sianida lebih ringan
dari udara sehingga tingkat bahayanya lebih tinggi pada kebakaran dalam
ruangan, dibanding kebakaran luar ruangan.
Phosgene (COCl2)
Phosgene
juga dihasilkan pada dekomposisi atau pembakaran senyawa hidrokarbon
terklorinasi, seperti karbon tetraklorida, Freon, atau etilene
diklorida. Phosgene beracun dan berbahaya pada konsentrasi yang sangat
kecil sekalipun. Konsntrasi 25 ppm dapat mematikan dalam waktu
30 sampai 60 menit.
Hidrogen klorida (Hydrogen Chloride)
Hidrogen
klorida (HCl) dihasilkan oleh pembakaran bahan-bahan yang mengandung
klorin. Walau tidak beracun seperti hydrogen sianida ataupun phosgene,
HCl berbahaya apabila kita berada dalam waktu yang cukup lama di
lingkungan yang terdapat gas ini.
TAHAPAN KEBAKARAN DALAM RUANGAN
Pada
umumnya kebakaran dalam ruangan dengan terbagi dalam tiga tahapan.
Masing-masing tahapan memiliki ciri-ciri karaktersitik dan efeknya
berhubungan dengan bahan yang terbakar yang berbeda-beda. Lama dari
masing-masing tahapan bervariasi tergantung keadaan dari penyulutan,
bahan bakar, dan ventilasi, akan tetapi secara keseluruhan tahapannya
adalah kebakaran awal kebakaran bebas kebakaran menyurut.
A. Kebakaran Tahap Awal Ini adalah tahapan awal dari suatu kebakaran setelah terjadi penyulutan.
Nyala api masih terbatas dan pembakaran
dengan lidah api terlihat. Konsntrasi Oksigen dalam ruangan masih
dalam kondisi normal (21%) dan temperatur dalam ruangan secara
keseluruhan belum meningkat. Gas panas hasil pembakaran dalam betuk
kepulan bergerak naik dari titik nyala. Dalam kepulan gas panas
terkandung bermacam-macam material seperti deposit karbon (jelaga)
ataupun padatan lain, uap air, H2S, CO2, CO, dan gas beracun
lainnya,semuanya tergantung dari jenis bahan bakar atau bahan yang
terbakar. Panas akan dihantar secara konveksi oleh material-material
tadi ke atas ruangan dan mendorong oksigen kebawah yang berarti ke
titik nyala untuk mendukung pembakaran selanjutnya.
B. Tahap Penyalaan-bebas
Kebakaran
akan menghebat sejalan dengan bertambahnya bahan yang terbakar.
Konveksi, konduksi, dan kontak langsung memperluas perambatan api dan
keluar dari bahan bahakar awal sampai bahan didekatnya mencapai
temperatur penyalaannya dan mulai terbakar. Radiasi panas dari nyala
api mulai menyebabkan bahan bahan lain mencapai titik nyalanya,
memperluas kebakaran kesamping. Kecepatan perluasan kebakaran kesamping
tergantung dari berapa dekat bahan di dekatnya dan juga susunan
bahannya. Gas panas yang dihasilkan pembakaran berkumpul di
langit-langit ruangan membentuklapisan asap. Temperatur dari lapisan
asp ini meningkat. Lapisan yang lebih tinggi di ruangan tersebut
memiliki konsentrasi oksigen paling rendah; temperatur tinggi; dan
jelaga, asap, dan produk pirolisis yang belum terbakar sempurna pada
saat itu sangatlah berbeda dengan kondisi di dekat lantai ruangan. Pada
daerah dekat lantai lapisan udaranya masih relatif dingin dan
mengandung udara segar (konsentrasi oksigen mendekati normal) yang
bercampur dengan hasil pembakaran. Kemungkinan untuk hidup masih cukup
di dalam ruangan apabila seseorang bertahan pada posisi merendah pada
lapisan dingin dan tidak menghirup gas di bagian atas. Ketika lapisan
panas mencapai titik kritisnya pada + 600oC (1100oF), ini sudah cukup
untuk menghasilkan radiasi panas yang menyebabkan bahan bakar lainnya
(seperti karpet dan furnitur) di dalam ruang mencapai titik nyalanya.
Pada saat ini seisi ruangan akan menyala secara serentak, dan ruangan
dikatakan mengalami flashover. Saat ini terjadi, temperatur seluruh
ruangan mencapai titik maksimalnya dan kemungkinan hidup dalam berada
di dalam ruangan ini untuk lebih dari beberapa detik sangat tidak
mungkin. Flashover oleh ahli ilmu kebakaran didefinisikan sebagai
proses pengembangan, radiasi, dan pembakaran lengkap dari semua bahan
bakar dalam suatu ruangan.
Api/kebakaran
adalah suatu aksi kesetimbangan kimia antara bahan bakar, udara, dan
temperatur (bahan bakar oksigen - panas). Apabila ventilasi terbatas,
pertumbuhan api
akan lambat, peningkatan
temperatur akan lebih bertahap, asap akan dihasilkan lebih banyak, dan
penyalaan gas panas akan tertunda sampai didapat tambahan udara
(oksigen) yang cukup.
C. Tahap Api Mengecil
Akhirnya,
bahan bakar habis dan nyala api secara bertahap akan berkurang dan
berkurang. Apabila konsentrasi oksigen dibawah 16%, nyala api dari
pembakaran akan berhenti meskipun masih terdapat bahan bakar yang belum
terbakar. Pembakaran yang terjadi adalah pembakaran tanpa nyala api.
Temperatur masih tinggi di dalam ruangan, tergantung dari bahan
penyekat dan ventilasi dari ruangan tersebut. Beberapa bahan masih
mengalami pirolisis atau terbakar tidak sempurna menghasilkan gas
karbon monoksida dan gas bahan bakar lain, jelaga, dan bahan bakar
lain yang terkandung dalam asap. Apabila ruangan tidak memiliki
ventilasi yang cukup, maka akan terbentuk campuran gas yang dapat
terbakar. Maka apabila ada sumber penyalaan yang baru, akan dapat
terjadi kebakaran kedua diruangan tersebut, sering disebut backdraft
atau ledakan asap.
Letusan Gunung Api
Letusan gunung api adalah merupakan
bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah "ERUPSI".
Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan dengan zona kegempaan aktif
sebab berhubungan dengan batas lempeng.Pada batas lempeng inilah
terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi sehingga mampu
melelehkan material sekitarnya yang merupakan cairan pijar (MAGMA).
Magma akan mengintrusi batuan atau tanah di sekitarnya melalui
rekahan- rekahan mendekati permukaan bumi.
Setiap gunung api memiliki
karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis muntahan atau produk
yang dihasilkannya. Akan tetapi apapun jenis produk tersebut kegiatan
letusan gunung api tetapmembawa bencana bagi kehidupan. Bahaya
letusan gunung api memiliki resiko merusak dan mematikan.
Bahaya Letusan Gunung Api di bagi menjadi dua berdasarkan waktu kejadiannya, yaitu
A. Bahaya Utama (Primer)
1.Awan Panas
Merupakan
campuran material letusan antara gas dan bebatuan (segala ukuran)
terdorong ke bawah akibat densitas yang tinggi dan merupakan adonan
yang jenuh menggulung secara turbulensi bagaikan gunung awan yang
menyusuri lereng. Selain suhunya sangat tinggi, antara 300 - 700º
Celcius, kecepatan lumpurnya pun sangat tinggi, > 70km/jam
(tergantung kemiringan lereng).
2.Lontaran Material (pijar)
Terjadi
ketika letusan (magmatik) berlangsung. Jauh lontarannya sangat
tergantung dari besarnya energi letusan, bisa mencapai ratusan meter
jauhnya. Selain suhunya tinggi(>200ºC), ukuran materialnya pun besar
dengan diameter > 10 cm sehingga mampu membakar sekaligus melukai,
bahkan mematikan mahluk hidup. Lazim juga disebut sebagai "bom
vulkanik".
3.Hujan Abu lebat
Terjadi ketika letusan gunung api
sedang berlangsung. Material yang berukuran halus (abu dan pasir
halus) yang diterbangkan angin dan jatuh sebagai hujan abu dan arahnya
tergantung dari arah angin. Karena ukurannya yang halus, material ini
akan sangat berbahaya bagi pernafasan, mata, pencemaran air tanah,
pengrusakan tumbuh-tumbuhan dan mengandung unsur-unsur kimia yang
bersifat asam sehingga mampu mengakibatkan korosi terhadap seng dan
mesin pesawat.
4.Lava
Merupakan
magma yang mencapai permukaan, sifatnya liquid (cairan kental dan
bersuhu tinggi, antara 700 - 1200ºC. Karena cair,maka lava umumnya
mengalir mengikuti lereng dan membakar apa saja yang dilaluinya. Bila
lava sudah dingin, maka wujudnya menjadi batu (batuan beku) dan daerah
yang dilaluinya akan menjadi ladang batu.
5.Gas Racun
Muncul
tidak selalu didahului oleh letusan gunung api sebab gas ini dapat
keluar melalui rongga-rongga ataupun rekahan-rekahan yang terdapat di
daerah gunung api. Gas utama yang biasanya muncul adalah CO2, H2S,
HCl, SO2, dan CO. Yang kerap menyebabkan kematian adalah gas CO2.
Beberapa gunung yang memiliki karakteristik letusan gas beracun adalah
Gunung Api Tangkuban Perahu,Gunung Api Dieng, Gunung Ciremai, dan
Gunung Api Papandayan.
6.Tsunami
Umumnya
dapat terjadi pada gunung api pulau, dimana saat letusan terjadi
material-material akan memberikan energi yang besar untuk mendorong air
laut ke arah pantai sehingga terjadi gelombang tsunami. Makin besar
volume material letusan makin besar gelombang yang terangkat ke darat.
Sebagai contoh kasus adalah letusan Gunung Krakatau tahun 1883.
B. Bahaya Ikutan (Sekunder)
Bahaya ikutan letusan gunung api adalah
bahaya yang terjadi setelah proses peletusan berlangsung. Bila suatu
gunung api meletus akan terjadi penumpukan material dalam berbagai
ukuran di puncak dan lereng bagian atas. Pada saat musim hujan tiba,
sebagian material tersebut akan terbawa oleh air hujan dan tercipta
adonan lumpur turun ke lembah sebagai banjir bebatuan, banjir tersebut
disebut lahar.
Persiapan Dalam Menghadapi Letusan Gunung Berapi
Mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk mengungsi.
Membuat perencanaan penanganan bencana.
Mempersiapkan pengungsian jika diperlukan.
Mempersiapkan kebutuhan dasar
Jika Terjadi Letusan Gunung Berapi
Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan daerah aliran lahar.
Ditempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan dan awan panas. Persiapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan.
Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh seperti: baju lengan panjang, celana panjang, topi dan lainnya.
Jangan memakai lensa kontak.
Pakai masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung
Saat turunnya awan panas usahakan untuk menutup wajah dengan kedua belah tangan.
Setelah Terjadi Letusan Gunung Berapi
Jauhi wilayah yang terkena hujan abu
Bersihkan atap dari timbunan abu. Karena beratnya, bisa merusak atau meruntuhkan atap bangunan.
Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu sebab bisa merusak mesin
Penyebab Terjadinya Gempa Bumi
1. Proses tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi
2. Aktivitas sesar di permukaan bumi
3. Pergerakan geomorfologi secara lokal, contohnya terjadi runtuhan tanah
4. Aktivitas gunung api
5. Ledakan nuklir
Mekanisme perusakan terjadi karena
energi getaran gempa dirambatkan keseluruh bagian bumi. Di permukaan
bumi, getaran tersebut dapat menyebabkan kerusakan dan runtuhnya
bangunan sehingga dapat menimbulkan korban jiwa. Getaran gempa juga
dapat memicu terjadinya tanah longsor,runtuhan batuan, dan kerusakan
tanah lainnya yang merusak permukiman penduduk. Gempa bumi juga
menyebabkan bencana ikutan berupa kebakaran,kecelakaan industri dan
transportasi serta banjir akibat runtuhnya bendungan maupun tanggul
penahan lainnya.
Gejala dan Peringatan Dini
1. Kejadian mendadak/secara tiba-tiba
2. Belum ada metode pendugaan secara akurat
Tips Penanganan Jika Terjadi Gempa Bumi
Jika gempa bumi menguncang secara tiba-tiba, berikut ini 10 petunjuk yang dapat dijadikan pegangan di manapun anda berada.
a. Di dalam rumah
Getaran
akan terasa beberapa saat. Selama jangka waktu itu, anda harus
mengupayakan keselamatan diri anda dan keluarga anda. Masuklah kebawah
meja untuk melindungi tubuh anda dari jatuhan benda-benda. Jika anda
tidak memiliki meja, lindungi kepala anda dengan bantal.
Jika anda sedang menyalakan kompor, maka matikan segera untuk mencegah terjadinya kebakaran.
b. Di sekolah
Berlindunglah
di bawah kolong meja, lindungi kepala dengan tas atau buku, jangan
panik, jika gempa mereda keluarlah berurutan mulai dari jarak yang
terjauh ke pintu, carilah tempat lapang, jangan berdiridekat gedung,
tiang dan pohon.
c. Di luar rumah
Lindungi
kepada anda dan hindari benda-benda berbahaya. Di daerah perkantoran
atau kawasan industri, bahaya bisa muncul dari jatuhnya kaca-kaca dan
papan-papan reklame. Lindungi kepala anda dengan menggunakan tangan,
tas atau apapun yang anda bawa.
d. Di gedung, mall, bioskop, dan lantai dasar mall
Jangan menyebabkan kepanikan atau korban dari kepanikan. Ikuti semua petunjuk dari petugas atau satpam.
e. Di dalam lift
Jangan
menggunakan lift saat terjadi gempa bumi atau kebakaran. Jika anda
merasakan getaran gempa bumi saat berada di dalam lift, maka tekanlah
semua tombol. Ketika lift berhenti, keluarlah, lihat keamanannya dan
mengungsilah. Jika anda terjebak dalam lift, hubungi manajer gedung
dengan menggunakan interphone jika tersedia.
f. Di kereta api
Berpeganganlah
dengan erat pada tiang sehingga anda tidak akan terjatuh seandainya
kereta dihentikan secara mendadak. Bersikap tenanglah mengikuti
penjelasan dari petugas kereta. Salah mengerti terhadap informasi
petugas kereta atau stasiun akan mengakibatkan kepanikan.
g. Di dalam mobil
Saat
terjadi gempa bumi besar, anda akan merasa seakan-akan roda mobil
anda gundul. Anda akan kehilangan kontrol terhadap mobil dan susah
mengendalikannya. Jauhi persimpangan, pinggirkan mobil anda di kiri
jalan dan berhentilah. Ikuti instruksi dari radio mobil. Jika harus
mengungsi maka keluarlah dari mobil, biarkan mobil tak terkunci.
h. Di gunung/pantai
Ada
kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah langsung ke
tempat aman. Di pesisir pantai, bahayanya datang dari tsunami. Jika
anda merasakan getaran dan tanda-tanda tsunami tampak, cepatlah
mengungsi ke dataran yang tinggi.
i. Beri pertolongan
Sudah
dapat diramalkan bahwa banyak orang akan cedera saat terjadi gempa
bumi besar. Karena petugas kesehatan dari rumah-rumah sakit akan
mengalami kesulitan datang ke tempat kejadian, maka bersiaplah
memberikan pertolongan pertama kepada orang-orang yang berada disekitar
anda.
j. Dengarkan informasi
Saat
gempa bumi besar terjadi, masyarakat terpukul kejiwaannya.
Untukmencegah kepanikan, penting sekali setiap orang bersikap tenang dan
bertindaklah sesuai dengan informasi yang benar. Anda dapat
memperoleh informasi yag benar dari pihak yang berwenang atau polisi.
Jangan bertindak karena informasi orang yang tidak jelas.